Minggu, 01 Juni 2014

PEMANFAATAN E-LEARNING SEBAGAI SUMBER BELAJAR DALAM PENDIDIKAN JARAK JAUH (PJJ)




A.     Pendahuluan

Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Tugas pendidik atau guru dalam hal ini adalah memfasilitasi peserta didik sebagai individu untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki menjadi kompetensi sesuai dengan cita-citanya.
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) menurut Dohmen (dalam Rahadi, 2008) adalah suatu bentuk pembelajaran yang dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan bantuan media. Makna PJJ merupakan kebalikan pendidikan langsung (direct education) atau pendidikan melalui tatap muka. Sedangkan menurut Moore (dalam Rahadi, 2008), PJJ adalah suatu metode pembelajaran dimana proses pengajaran terpisah dari proses belajar, sehingga komunikasi antara pengajar dengan pebelajar harus difasilitasi dengan media cetak, media elektronik atau media lain.
Jadi, dari dua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa PJJ adalah suatu pembelajaran dimana adanya keterpisahan antara kegiatan pengajaran dari kegiatan belajar, dimana dalam komunikasi antara pengajar dengan pebelajar menggunakan bantuan media pembelajaran, berupa media elektronik, media cetak, dan lain sebagainya.
Internet adalah jaringan komputer, tetapi jaringan komputer belum tentu internet. Jaringan sekelompok komputer yang sifatnya terbatas disebut sebagai jaringan lokal (Local Area Network). Internet merupakan jaringan yang terdiri atas ribuan bahkan jutaan komputer, termasuk di dalamnya jaringan lokal, yang terhubungkan melalui saluran (satelit, telepon, kabel) dan jangkauannya mencakup seluruh dunia (Kamarga, 2002). Jaringan ini bukan merupakan suatu organisasi atau institusi, sifatnya bebas, karena itu tidak ada pihak yang mengatur dan memilikinya.
Penemuan internet dianggap sebagai penemuan yang cukup besar, yang mengubah dunia dari bersifat lokal atau regional menjadi global. Sumber­-sumber informasi dunia dapat diakses oleh siapa pun dan di mana pun melalui internet.
Seiring perkembangan zaman, pemanfaatan internet untuk pendidikan di Indonesia khususnya di perguruan tinggi terus berkembang yang dipelopori oleh Institut Teknologi Bandung. Pemanfaatan internet di sektor pendidikan sudah berkembang pesat  yang disebut e-learning.
PJJ sangat membutuhkan pembelajaran yang sifatnya bisa diakses kapanpun, dimanapun tanpa ada batas ruang dan waktu. E-learning merupakan salah satu alternatif sumber belajar dalam PPJ tersebut. Oleh karena itu, makalah ini akan memfokuskan membahas mengenai “Pemanfaatan e-learning sebagai sumber belajar dalam pendidikan jarak jauh.”

B.    Pengertian Pendidikan Jarak Jauh (PJJ)

Telah banyak ahli yang membahas mengenai pengertian dan karakteristik pendidikan jarak jauh. Walaupun agak sulit untuk mendapatkan satu definisi yang diterima oleh semua pakar pendidikan jarak jauh, namun karakteristik pendidikan jarak jauh yang dikemukakan oleh Keegan (dalam Hardhono, 2008) dapat dipakai sebagai acuan dasar untuk pembahasan dalam artikel ini. Berikut ini adalah karakteristik pendidikan jarak jauh yang dikemukakan oleh Keegan, yaitu :
  • Ada keterpisahan yang mendekati permanen antara tenaga pengajar (guru atau dosen) dari peserta ajar (siswa atau mahasiswa) selama program pendidikan
  • Ada keterpisahan yang mendekati permanen antara seorang peserta ajar (siswa atau mahasiswa) dari peserta ajar lain selama program pendidikan
  • Ada suatu institusi yang mengelola program pendidikannya
  • Pemanfaatan sarana komunikasi baik mekanis maupun elektronis untuk menyampaikan bahan ajar
  • Penyediaan sarana komunikasi dua arah sehingga peserta ajar dapat mengambil inisiatif dialog dan mengambil manfaatnya.
Jadi dari uraian karakteristik pendidikan jarak jauh tersebut dapat disimpulkan bahwa keterpisahan kegiatan pengajaran dari kegiatan belajar adalah ciri yang khas dari pendidikan jarak jauh. Pemisah kedua kegiatan tersebut dapat berupa jarak fisik, misalnya karena peserta ajar bertempat tinggal jauh dari lokasi institusi pendidikan. Pemisah dapat pula jarak non-fisik yaitu berupa keadaan yang memaksa seseorang yang tempat tinggalnya dekat dari lokasi institusi pendidikan namun tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di institusi tersebut. Keadaan seperti ini terjadi misalnya karena pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.
Jarak sebagai pemisah hendaknya diatasi melalui pendidikan jarak jauh dengan memanfaatan rancangan instruksional dan rancangan interaksi supaya kegiatan belajar yang dirancang dengan sungguh-sungguh dapat tercapai. Teori yang berkembang sebagai hasil dari upaya untuk mengatasi jarak dalam kegiatan ini dikenal dengan teori jarak transaksional. Karena ciri khasnya adalah keterpisahan jarak baik dalam arti fisik dan non-fisik maka kegiatan pembelajaran tatap muka dapat dikatakan terjadi dalam frekuensi yang rendah. Isi pembelajaran disampaikan melalui media dalam berbagai jenis sedangkan komunikasi/interaksi antara peserta ajar dengan tenaga pengajarnya atau dilakukan dengan memanfaatkan sarana komunikasi. Dengan demikian program pendidikan dapat diikuti dari dari mana saja dan kapan saja selama media belajar dan sarana komunikasi dua arah tersedia supaya peserta ajar dan tenaga pengajarnya dapat berinteraksi untuk membahas isi pembelajaran.
Tiga dari lima media/teknologi yang dapat dipakai dalam penyelenggaraan pendidikan jarak jauh yang telah diidentifikasi Moore dan Kearsley (dalam Handhono, 2008) berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi. Ketiga media/teknologi tersebut adalah radio dan televisi, telekonferensi, dan pembelajaran berbantuan komputer. Dua media yang tidak terkaitan dengan teknologi komunikasi dan informasi adalah cetak dan audio/video kaset.
Sampai di sini telah diulas mengenai pengertian dan karakteristik pendidikan jarak jauh, sisi di mana teknologi informasi dan komunikasi dapat berperan, serta aspek-aspek yang perlu diiperhatikan dalam menerapkan media/teknologi. Dengan demikian cukuplah kerangka yang diperlukan untuk mengulas peran teknologi komunikasi dan informasi dalam penyelenggaraan pendidikan jarak jauh di Indonesia dalam upaya untuk mengatasi kendala ruang dan waktu dalam menyampaikan program pendidikan/pembelajaran.

C.    Pengertian E-learning

Electronic learning (e-learning) kini semakin dikenal sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah pendidikan, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Banyak orang menggunakan istilah yang berbeda-beda dengan e-learning, namun pada prinsipnya e-learning adalah pembelajaran yang menggunakan jasa elektronika sebagai alat bantunya. E-learning memang merupakan suatu teknologi pembelajaran yang yang relatif baru di Indonesia. E-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika. Jadi dalam pelaksanaannya e-learning menggunakan jasa audio, video atau perangkat komputer atau kombinasi dari ketiganya. Dengan kata lain e-learning adalah pembelajaran yang pelaksanaannya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, videotape, transmisi satelit atau komputer.


Untuk menyederhanakan istilah, maka electronic learning disingkat menjadi e-learning. Kata ini terdiri dari dua bagian, yaitu “e” yang merupakan singkatan dari “electronic” dan “learning” yang berarti “pembelajaran”. Jadi e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika.
Banyak hal yang mendorong mengapa e-learning menjadi salah satu pilihan untuk peningkatan mutu pendidikan, antara lain pesatnya fasilitas teknologi informasi, dan perkembangan pengguna internet di dunia saat ini berkembang dengan cepat. Penggunaan internet menjadi suatu kebutuhan dalam mendukung pekerjaan atau tugas sehari-hari. Apalagi dengan tersedianya fasilitas jaringan (Internet Infrastructure) dan koneksi internet (Internet Connections), serta tersedianya piranti lunak pembelajaran (management course tools). Juga orang yang terampil mengoperasikan atau menggunakan internet semakin meningkat jumlahnya (Soekartawi, 2002).


D.    Pendidikan Jarak Jauh Berbasis Web

Distance Learning atau pendidikan jarak jauh sebenarnya bukanlah sesuatu hal atau barang yang baru di dunia pendidikan. Sudah cukup banyak lembaga atau institusi yang melakukan hal ini dan biasanya dilakukan dengan mengirimkan berbagai materi kuliah dan informasi dalam bentuk cetakan, buku, CD-ROM, video langsung ke alamat peserta pendidikan jarak jauh. Tidak hanya hal-hal yang berhubungan dengan kuliah secara langsung saja yang dikirimkan ke peserta tapi juga berbagai masalah administrasi dan manajemennya.


Bila kembali ke konsep dasar pada suatu sistem pendidikan “tradisional” yang dilakukan saat ini, para siswa dan guru bertemu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Sistem pendidikan “tradisional” ini kelak akan bergeser ke pada suatu “distance learning based education paradigm”’ dengan dilandasi bahwa agak sulit untuk mengumpulkan peserta kursus, training atau pendidikan pada satu waktu dan tempat tertentu sedangkan peserta tersebar di wilayah yang berbeda-beda dan pada dasarnya materi-materi yang seharusnya disampaikan di kelas, dapat diberikan tanpa kehadiran para peserta dan dosen secara langsung di kelas.
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dewasa ini, khususnya perkembangan teknologi internet turut mendorong berkembangnya konsep distance learning ini. Ciri teknologi internet yang selalu dapat diakses kapan saja, dimana saja, multiuser serta menawarkan segala kemudahannya telah menjadikan internet suatu media yang sangat tepat bagi perkembangan distance learning selanjutnya.
Bergesernya perkembangan distance learning ke media internet membuat munculnya suatu paradigma baru dalam distance learning yaitu “asyncronous time and separated location distance learning”. Jelasnya, media ini mampu menembus batasan waktu dan tempat. Cepatnya penyampaian informasi dan materi menjadikan teknologi ini sebagai suatu pertimbangan utama penggunaannya dalam distance learning. Hal ini sejalan dengan adanya cyberschool yang telah ada saat ini. Konsep cyberschool sebenarnya bagian dari suatu kesatuan distance learning, hanya saja cyberschool kurang memfasilitasi interaksi antara murid dan guru. Cyberschool hanya mendistribusikan materi-materi secara online. Memadukan dua hal ini akan sangat menguntungkan untuk mewujudkan suatu internet community di Indonesia khususnya.
Suatu sistem pendidikan jarak jauh secara umum, akan sukses apabila didalamnya melibatkan interaksi maksimal antara guru dan muridnya, antara murid dengan berbagai fasilitas pendidikan dan interaksi antara murid dengan murid serta melibatkan pola pembelajaran yang aktif di dalam interaksi itu. Kita mendapati berbagai aspek di atas dalam sistem pendidikan tradisional yang melibatkan interaksi “face-to-face” antara murid dan guru, apakah sistem pendidikan jarak jauh dapat mengatasi interaksi  “face-to-face” antara guru dan murid di kelas secara 100%. Jawabannya, tergantung kepada media yang digunakan tapi angka 100% itu bukanlah sesuatu mudah untuk  dicapai oleh sistem pendidikan jarak jauh, yang jelas ada suatu trade-off teknologi yang dapat mendekati angka di atas.
Penggunaan teknologi dalam menunjang suatu sistem pendidikan jarak jauh harus diperhatikan dari bentuk pendidikan yang diberikan. Suatu kursus bahasa Inggris salah satunya, pada akhir perkuliahan peserta dituntut untuk mempunyai reading dan listening skill yang baik, untuk itu medianya dapat berupa sound, gambar dan bentuk multimedia lainnya yang dapat di kirimkan melalui internet.
Bila dibatasi pada web based distance learning maka pengguna atau dalam hal ini guru dan murid memerlukan fasilitas internet untuk tetap menjaga konektivitas dengan distance learning tersebut. Kemampuan peserta untuk tetap menjaga connectivity menentukan bagi kesinambungan suatu sistem pendidikan jarak jauh. Dengan cara inilah kita dapat menciptakan suatu internet based community di Indonesia.
Suatu sistem pendidikan jarak jauh dapat kita sederhanakan dan formulasikan sebagai berikut :

Materi pendidikan + teknologi untuk berinteraksi + guru = pembelajaran bagi murid.

Apabila kita umpamakan suatu web based distance course sebagai suatu community maka di dalamnya harus dapat memfasilitasi bertemunya atau berinteraksinya murid dan guru. Agak sulit memang untuk memindahkan apa yang biasa dilakukan oleh guru di depan kelas kepada suatu bentuk web atau materi online yang harus melibatkan interaksi berbagai komponen di dalamnya. Adanya sistem ini membuat mentalitas dosen dan guru harus berubah dan sudah seharusnya, perbedaan karakteristik guru atau dosen dalam mengajar tidak tampak dalam metode ini.
Seperti layaknya sebuah sekolah atau universitas, metode ini juga harus mampu memberikan informasi perkuliahan kepada peserta. Informasi itu harus selalu dapat diakses oleh siswa dan dosen serta selalu ter-update setiap waktu. Informasi yang sering dibutuhkan itu berupa silabus kuliah, jadwal kuliah, pengumuman, siapa saja peserta kuliah, materi kuliah dan penilaian atas prestasi siswa. Bila kita buatkan suatu model maka suatu web based distance learning setidaknya memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
·            Pusat kegiatan siswa
Sebagai suatu community, web based distance learning harus mampu untuk menjadikan sarana ini sebagai tempat kegiatan mahasiswa dimana mahasiswa dapat mengasah kemampuannya, membaca materi kuliah, mencari informasi dan sebagainya.
·           Interaksi dalam group
Disini para murid dapat berinteraksi satu sama lain untuk mendiskusikan materi-materi yang telah diberikan oleh dosen. Dosen dapat hadir dalam group ini untuk memberikan sedikit ulasan tentang materi yang diberikannya.
·           Personal administratif supporting system
Dimana para siswa dapat me-review membershipnya dalam suatu course, menyediakan informasi siswa, prestasi mahasiswa dan sebagainya
·           General information
Menyediakan informasi umum untuk peserta atau pengunjung web pada umumnya. Serta menyediakan beberapa fasilitas untuk umum tanpa proses registrasi peserta terlebih dahulu.
·           Pendalaman dan ujian
Biasanya dosen atau guru sering mengadakan quiz-quiz singkat dan tugas-tugas yang bertujuan untuk pendalaman dari apa yang telah diajarkan serta melakukan test pada akhir masa belajar. Hal ini juga harus dapat diantisipasi oleh suatu web based distance learning.
·           Digital library
Pada bagian ini, terdapat berbagai informasi kepustakaan, tidak terbatas pada buku  tapi juga pada kepustakaan digital seperti suara, gambar dan sebagainya. Bagian ini bersifat sebagai penunjang dan berbentuk sebagai suatu database.
·           Materi online diluar materi kuliah
Untuk menunjang perkuliahan, diperlukan juga bahan-bahan bacaan dari web-web lainnya. Karenanya pada bagian ini, dosen dan siswa dapat langsung terlibat untuk memberikan bahan-bahan online lainnya untuk di publikasikan kepada peserta lainnya.
Mewujudkan ide dan keinginan di atas dalam suatu bentuk realitas bukanlah suatu pekerjaan yang mudah tapi bila kita lihat ke negara lain yang telah lama mengembangkan web based distance learning, sudah banyak sekali institusi atau lembaga yang memanfaatkan metode ini. Bukan hanya skill yang dimiliki oleh para engineer yang diperlukan tapi juga berbagai kebijaksanaan dalam bidang pendidikan sangat mempengaruhi perkembangannya. Jika dilihat dari kesiapan sarana pendukung misalnya hardware maka agaknya hal ini tidak perlu diragukan lagi. Hanya satu yang selalu menjadi concern utama pengguna internet di Indonesia yaitu masalah bandwidth, tentunya dengan bandwidth yang terbatas ini mengurangi kenyamanan khususnya pada non text based material.

E.     Metode Pembelajaran E-learning dalam PJJ

Pada dasarnya cara penyampaian atau cara pemberian (delivery system) dari e-learning dalam PJJ, dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah. Komunikasi atau interaksi antara guru dan murid memang sebaiknya melalui sistem dua arah.
Dalam e-learning, sistem dua arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
  • Dilaksanakan melalui cara langsung artinya pada saat instruktur memberikan pelajaran, murid dapat langsung mendengarkan.
  • Dilaksanakan melalui cara tidak langsung misalnya pesan dari instruktur direkam dahulu sebelum digunakan. (Kamarga, 2002)
Karakteristik e-learning dalam PJJ antara lain adalah:
  • Memanfaatkan jasa teknologi elektronik. Guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah tanpa dibatasi oleh hal-hal yang bersifat protokoler.
  • Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer networks)
  • Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya
  • Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer. (Kamarga, 2002)
Pemanfaatan e-learning tidak terlepas dari jasa internet. Karena teknik pembelajaran yang tersedia di internet begitu lengkap, maka hal ini akan mempengaruhi tugas guru dalam proses pembelajaran. Dahulu, proses belajar mengajar didominasi oleh peran guru, karena itu disebut the era of teacher. Kini, proses belajar dan mengajar, banyak didominasi oleh peran guru dan buku (the era of teacher and book) dan pada masa mendatang proses belajar dan mengajar akan didominasi oleh peran guru, buku dan teknologi (the era of teacher, book and technology). (Purbo, 2001). Dalam era global seperti sekarang ini, setuju atau tidak, mau atau tidak mau, kita harus berhubungan dengan teknologi khususnya teknologi informasi. Hal ini disebabkan karena teknologi tersebut telah mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu, kita sebaiknya tidak “gagap” teknologi. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa siapa yang terlambat menguasai informasi, maka terlambat pulalah memperoleh kesempatan untuk maju.
Informasi sudah merupakan “komoditi” sebagai layaknya barang ekonomi yang lain. Peran informasi menjadi kian besar dan nyata dalam dunia modern sekarang ini. Hal ini bisa dimengerti karena masyarakat sekarang menuju pada era masyarakat informasi (information age) atau masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge society). Oleh karena itu tidak mengherankan kalau ada perguruan tinggi yang menawarkan jurusan informasi atau teknologi informasi, maka perguruan tinggi tersebut berkembang menjadi pesat.
Perkembangan pengguna internet di dunia ini berkembang sangat cepat karena beberapa hal, antara lain:
  • Menggunakan internet adalah suatu kebutuhan untuk mendukung pekerjaan atau tugas sehari-hari.
  • Tersedianya fasilitas jaringan (Internet infrastructure) and koneksi internet (Internet Connections.)
  • Semakin tersedianya piranti lunak pembelajaran (management course tools).
  • Keterampilan jumlah orang yang mengoperasikan atau menggunakan internet.
  • Kebijakan yang mendukung pelaksanaan program yang menggunakan internet tersebut (Soekartawi, 2002).
Pemanfatan internet untuk e-learning di Indonesia bisa ditingkatkan kalau fasilitas yang mendukungnya memadai, baik fasilitas yang berupa infrastruktur maupun fasilitas yang bersifat kebijakan. Hal ini bukan saja didukung oleh data, namun juga semakin banyaknya warung-­warung internet (warnet) yang muncul di pelosok Indonesia. Pengguna internet bukan saja dari kalangan pelajar dan mahasiswa, namun juga dari kalangan masyarakat yang lain. Hal ini bisa dipakai sebagai indikasi bahwa internet memang diperlukan untuk membantu kelancaranan pekerjaan atau tugas-tugas pengguna internet.
Pengembangan e-learning tidak semata-mata hanya menyajikan materi pelajaran secara on-line saja, namun harus komunikatif dan menarik. Materi pelajaran didesain seolah peserta didik belajar di hadapan pengajar melalui layar komputer yang dihubungkan melalui jaringan internet. Untuk dapat menghasilkan e-learning yang menarik dan diminati, Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang e-learning, yaitu “sederhana, personal, dan cepat”. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada , dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e­-learning-nya.
Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.
Untuk meningkatkan daya tarik belajar, Purbo (2002) menambahkan perlunya menggunakan teori games. Teori ini dikemukakan setelah diadakan sebuah pengamatan terhadap perilaku para penggemar games komputer yang berkembang sangat pesat. Bermain games komputer sangatlah mengasyikan. Para pemain akan dibuat hanyut dengan karakter yang dimainkannya lewat komputer tersebut. Bahkan mampu duduk berjam­jam dan memainkan permainan tersebut dengan senang hati. Fenomena ini sangat menarik dalam mendesain e-learning. Dengan membuat sistem e-learning yang mampu menghanyutkan peserta didik untuk mengikuti setiap langkah belajar di dalamnya seperti layaknya ketika bermain sebuah games. Penerapan teori games dalam merancang materi e-learning perlu dipertimbangkan karena pada dasarnya setiap manusia menyukai permainan.
Secara ringkas, e-learning perlu diciptakan seolah-olah peserta didik belajar secara konvensional, hanya saja dipindahkan ke dalam sistem digital melalui internet. Karena itu e-leraning perlu mengadaptasi unsur-unsur yang biasa dilakukan dalam sistem pembelajaran konvensional. Misalnya dimulai dari perumusan tujuan yang operasional dan dapat diukur, ada apersepsi atau pre tes, membangkitkan motivasi, menggunakan bahasa yang komunikatif, uraian materi yang jelas, contoh-contoh konkrit, problem solving, tanya jawab, diskusi, post test, sampai penugasan dan kegiatan tindak lanjutnya. Oleh karena itu merancang e-learning perlu melibatkan pihak terkait, antara lain: pengajar, ahli materi, ahli komunikasi, programmer, seniman, dan lain-lain.

 F.     Faktor – Faktor dalam Pemanfaatan E-Learning dalam PJJ

Ahli-ahli pendidikan dan ahli internet menyarankan beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum seseorang memilih internet untuk kegiatan pembelajaran dalam PJJ (Hartanto dan Purbo, 2002) antara lain:
  • Analisis Kebutuhan (Need Analysis). Dalam tahapan awal, satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah memang memerlukan e-learning dalam PJJ. Pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan perkiraan atau dijawab berdasarkan atas saran orang lain. Setiap lembaga menentukan teknologi pembelajaran sendiri yang berbeda satu sama lain. Untuk itu perlu diadakan analisis kebutuhan atau need analysis yang mencakup studi kelayakan baik secara teknis, ekonomis, maupun sosial.
  • Rancangan Instruksional yang berisi tentang isi pelajaran, topik, satuan kredit, bahan ajar/kurikulum.
  • Evaluasi yaitu sebelum program dimulai, ada baiknya dicobakan dengan mengambil beberapa sampel orang yang dimintai tolong untuk ikut mengevaluasi.
     Terakhir yang harus diperhatikan masalah yang sering dihadapi yaitu:
  • Masalah akses untuk bisa melaksanakan e-learning seperti ketersediaan jaringan internet, listrik, telepon dan infrastruktur yang lain.
  • Masalah ketersediaan software (piranti lunak). Bagaimana mengusahakan piranti lunak yang tidak mahal.
  • Masalah dampaknya terhadap kurikulum yang ada.
  • Masalah skill and knowledge.

G.    Kelebihan dan Kekurangan E-Learning dalam PJJ

Menyadari bahwa di internet dapat ditemukan berbagai informasi dan informasi itu dapat diakses secara lebih mudah, kapan saja dan di mana saja, maka pemanfaatan internet menjadi suatu kebutuhan.
Ada empat hal yang perlu disiapkan sebelum pemanfaatan internet untuk e-learning yaitu:
  • Melakukan penyesuaian kurikulum. Kurikulum sifatnya holistik. Pengetahuan, keterampilan dan nilai (values) diintegrasikan dengan kebutuhan di era informasi ini. Kurikulumnya bersifat competency based curriculum.
  • Melakukan variasi cara mengajar untuk mencapai dasar kompetensi yang ingin dicapai dengan bantuan komputer.
  • Melakukan penilaian dengan memanfaatkan teknologi yang ada (menggunakan komputer, online assessment system)
  • Menyediakan material pembelajaran seperti buku, komputer, multimedia, studio, dll yang memadai. Materi pembelajaran yang disimpan di komputer dapat diakses dengan mudah baik oleh guru maupun siswa.  (Soekartawi, 2002)
Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia di literatur, memberikan penjelasan tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam PJJ (Soekartawi, 2002), antara lain dapat disebutkan sbb:
  • Tersedianya fasilitas e-moderating. Guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.
  • Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari.
  • Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.
  • Bila siswa memerlukan tambahan informasi berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah.
  • Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
  • Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif
  • Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.
     Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak
     terlepas dari berbagai kekurangan antara lain:
  • Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar.
  • Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis
  • Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan bukan pendidikan.
  • Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut menguasai teknik pembelajaran yang menggunakan internet.
  • Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar tinggi cenderung gagal.
  • Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer).
  • Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan bidang internet dan kurangnya penguasaan bahasa komputer.
Kini pemerintah telah berupaya untuk memanfaatkan dan memaksimalkan tersedianya informasi teknologi dengan membentuk Kantor Menteri Negara Informasi dan Teknologi. Di tiap departemen bahkan ada unit yang menangani teknologi informasi. Di Depdiknas misalnya ada Pustekkom atau Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi untuk Pendidikan; di tiap Universitas ada Pusat Komputer, dan masih banyak contoh lain. Sayangnya cyberlaws di Indonesia yang juga pernah dibahas dan disiapkan, belum juga selesai hingga kini. E-learning kini banyak digunakan oleh para penyelenggara PJJ.
Kalau dahulu hanya Universitas Terbuka yang diijinkan menyelenggarakan pendidikan jarak jauh, maka kini dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.107/U/2001 (2 Juli 2001) tentang Penyelenggaraan Program Pendidikan Tinggi Jarak Jauh, maka perguruan tinggi tertentu yang mempunyai kapasitas menyelenggarakan pendidikan terbuka dan jarak jauh menggunakan e-learning, juga telah diijinkan menyelenggarakannya.
Lembaga-lembaga pendidikan non-formal seperti kursus-kursus, juga telah memafaatkan keunggulan e-learning ini untuk program-programnya.

H.    Bahan Ajar Melalui E-Learning
 
Melalui pemanfaatkan teknologi informasi, diharapkan materi ajar dapat diakses oleh siapa saja dan kapan saja. Akses terhadap materi ajar sebenarnya dapat diatur bila dikehendaki karena tersedia fasilitas pengaman. Hanya orang yang telah mendaftar saja yang bisa mengakses materi ajar tersebut. Karena mahalnya pembuatan bahan ajar maka negara sebagai penanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa perlu menyiapkan bahan tersebut sehingga dapat dipakai di seluruh Indonesia.
Persoalan mendasar berkenaan dengan model ajar ini, adalah keterbatasan pihak sekolah untuk menyediakan komputer termasuk internet dalam proses pengajaran. Oleh karena itu perlu ada aksi untuk menyiapkan institusi pendidikan (ready for learning), yaitu dengan cara melibatkan para guru dan departemen terkait, misalnya depdiknas, dan departemen ristek yang ada di wilayah masing-masing. Mereka ini harus menyiapkan termasuk mengetahui materi ajar yang tersedia dan cara akses atau mendapatkannya. Mereka bertanggungjawab membantu institusi pendidikan termasuk mengkomunikasikan materi ajar yang tidak dipahami sehingga dapat mempelajarinya dalam waktu tertentu.
Saat ini telah banyak sekali sumber belajar yang berbasis komputer bahkan berbasis multmedia (buatan dalam dan luar negeri) baik yang berfungsi sebagai materi pokok, maupun sebagai materi pengayaan. Namun penelitian tentang dampak dari penggunaan sumber belajar tersebut belum banyak dilakukan, terutama dalam hal kemungkinan adanya miskonsepsi yang ditimbulkan oleh sumber belajar itu. Oleh karena itu, studi tentang pengembangan, uji coba dan standardisasi perangkat lunak komputer kependidikan harus segera dilakukan oleh departemen atau pihak yang berkepentingan dan kita semua.

 I.       Penutup 

Kebijakan institusi pendidikan dalam memanfaatkan teknologi internet menuju e-learning perlu kajian dan rancangan mendalam. E-learning bukan semata-mata hanya memindahkan semua pembelajaran pada internet. Hakikat  e-learning adalah proses pembelajaran yang dituangkan melalui teknologi internet. Di samping itu prinsip sederhana, personal, dan cepat perlu dipertimbangkan. Untuk menambah daya tarik dapat pula menggunakan teori games Oleh karena itu prinsip dan komunikasi pembelajaran perlu didesain seperti layaknya pembelajaran konvensional. Di sini perlunya pengembangan model e-learning yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa media pembelajaran secanggih apapun tidak akan bisa menggantikan sepenuhnya peran guru/dosen. Penanaman nila-nilai dan sentuhan kepribadian sulit dilakukan. Di sini tantangan bagi para pengambil kebijakan dan perancang e-learning. Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa fungsi e-learning dalam PJJ adalah untuk memperkaya wawasan dan pemahaman peserta didik, serta proses pembiasaan agar melek sumber belajar khususnya teknologi internet.



REFERENSI
Hardjono, AR. Pengertian Pendidikan Jarak Jauh
Hartanto, A.A. dan Purbo, O.W. 2002. Teknologi E-Learning Berbasis PHP dan MySql. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Kamarga, Hanny. 2002. Belajar Sejarah Melalui E-Learning; Alternatif Mengakses Sumber Informasi Kesejarahan. Jakarta: Inti Media
Nusa, Ramadhan dan Purbo, O.W. 2006. Pendidikan Jarak Jauh Berbasis Web.
Purbo, Onno W. 2001. Masyarakat Pengguna Internet di Indonesia
Rahadi, Aristo. 2008. Konsepsi Pendidikan Terbuka Jarak Jauh. Makalah disampakan pada Pelatihan Penulisan Bahan Ajar Modul yang diselenggarakan oleh Pustekom, Cipayung, 27-30 Maret 2008.
Soekartawi. 2002. Prospek Pembelajaran Melalui Internet. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional ‘Teknologi Kependidikan’ yang diselenggarakan oleh UT-Pustekkom dan IPTPI, Jakarta, 18-19 Juli 2002.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar